Dini
harinya, saat matahari belum muncul dan embun-embun masih melayang bersama
udara segar. Selekas beranjak dari tempat tidur dan mandi, Odo kemudian
merapikan diri dan bergegas pergi ke Perpustakaan kediamannya. Ia melangkah
masuk ke dalam Perpustakaan, lalu berjalan menaiki anak tangga menuju ke lantai
enam. Sekilas Ia melihat Vil di lantai empat, tetapi karena kali ini tujuannya
bukan bertemu dengan Roh Agung tersebut, Odo mengacuhkannya.
Di lantai
enam, Ia berjalan ke arah salah satu lemari buku mencari-cari sesuatu di dalam
tiap raknya. Saat melihat sebuah buku dengan sampul merah yang terbuat dari
kulit di antara himpitan buku dalam rak, Odo mengambilnya dan berkata,
"Ah, ketemu ...."
Sampul buku
yang diambil Odo tertulis judul Struktur Pembentuk Dimensi dan Dasar Unsur
Barisan Ruang. Dari judul itu, dapat Odo ketahui kalau buku tersebut mencangkup
pembahasan dimensi yang merupakan lanjutan dari pembahasan dari Sihir Dimensi
yang sedang dirinya pelajari seminggu terakhir.
"Salah
satu sihir bermanfaat yang masih belum aku kuasai. Ya, aku tidak berharap bisa
menguasai semua sihir dengan mudah sih, tapi rasanya mempelajari sihir jenis
ini memang sulit. Harus paham faktor fisika tentang ruang segala ...."
Odo duduk
di lantai, bersandar pada lemari dan membaca buku yang diambil. Dengan seksama,
Ia membaca tiap-tiap halaman dan berusaha memahami konsep ruang yang ada untuk
bisa menguasai Sihir Ruang atau sering juga disebut Sihir Dimensi.
Alasan Odo
ingin mempelajari sihir itu adalah karena ia ingin membuat dimensi penyimpanan
portabel, di mana dimensi di tanamkan pada objek dan membuatnya bisa menyimpan
benda atau objek lain yang lebih besar dan dalam jumlah yang banyak. Dengan
kata lain, sebuah dimensi penyimpanan yang ingin Odo buat.
Saat
dirinya terlalu fokus pada buku yang dibaca, tanpa Ia sadari Vil telah duduk di
sampingnya sambil mengamati. Odo menoleh, dengan wajah datar ia bertanya pada
Roh Agung tersebut.
"Sedang
apa, Vil?"
"Tidak,
tak ada. Hanya saja, kamu memang sangat cepat belajar ya. Padahal kemarin kamu
baca buku tentang Sihir Dimensi, tapi karena sadar kalau harus menguasai
pengetahuan tentang ruang ..., kamu langsung beralih ke buku tentang pemahaman
ruang."
Perkataan
Roh Agung itu membuat Odo benar-benar berhenti membaca dan menutup bukunya. Ia
mengamati wajah Vil yang sama sekali tidak menua dan terlihat muda karena
Rasnya, kemudian sedikit menghela napas seraya memalingkan wajah.
"Ada
apa, Odo? Kenapa ditutup?" tanya Vil sambil mendekatkan wajah. Walaupun
mulutnya tertutup cadar hitam, Odo dapat dengan jelas melihat bibir Roh Agung
tersebut yang terlihat memikat.
"Tidak
..., hanya saja ... kalian sama sekali tidak berubah ya, terutama secara
fisik."
Pertanyaan
itu membuat Vil sedikit menjauhkan wajah, kemudian berpaling dan memasang
ekspresi heran. Setelah memahami perkataan Odo, Ia kembali melihat ke arahnya.
"Maksudmu
Diriku, Fiola, dan Julia?" tanya Vil.
"Ya,
memangnya siapa lagi? Kalau dipikir-pikir, sebenarnya umur kalian berapa?"
Pertanyaan
itu membuat Vil tersentak kaget dan terlihat enggan. Sambil memalingkan
wajahnya kembali, Ia benar-benar terlihat tidak mau menjawab pertanyaan
tersebut.
"Berapa
umurmu, Vil?" tanya Odo.
"I-Itu
... lima belas ....?"
"Kenapa
kalimat tanya? Lima belas itu maksudnya lima belas tahun? Tapi, setahuku Roh
Agung itu umurnya sangat panjang."
Pertanyaan
yang diajukan dengan ekspresi polos itu benar-benar membuat Vil tertekan.
Memang tidak ada masalah untuk memberitahukan umurnya pada Odo, tetapi karena
beberapa alasan pribadi dirinya tidak bisa melakukannya dengan mudah.
"Hem,
kalau Julia ... umurnya sudah seratus tahun lebih loh," ucap Vil dengan
niat mengalihkan rasa penasaran Odo.
"
...." Mendengar perkataan itu Odo hanya diam dan tetap memasang ekspresi
ingin mengetahui umur Vil.
"Kalau
Fiola, gadis rubah berekor sembilan itu umurnya sudah hampir sepuluh abad loh.
Sangat panjang ya," ucap Vil yang benar-benar ingin mengalihkan rasa
penasaran Odo.
"
...." Sekali lagi, anak laki-laki itu hanya diam dan menatap tajam ingin
mengetahui umur Vil.
Pada
akhirnya, tidak tahan akan tatapan menekan yang diberikan Odo, Vil dengan nada
enggan memberitahukan umurnya pada anak itu. Umur Vil adalah lima belas abad,
dengan kata lain sekitar 1.500 tahun. Dari semua makhluk di kediaman Luke, Vil
merupakan keberadaan dengan umur tertua.
Setelah
mendengar itu, tanpa berkata apa-apa Odo melanjutkan membaca buku dan tidak
berkomentar tentang umur Vil. Melihat reaksi itu, Roh Agung tersebut duduk di
sampingnya dengan rasa cemas dengan cara pandang Odo yang mungkin berubah
terhadapnya setelah mengetahui fakta tersebut.
««»»
Siang
harinya, ketika mendung menutupi langit. Setelah selesai mempelajari
pengetahuan tentang ruang dan mempelajari kembali Sihir Ruang atau Sihir
Dimensi di perpustakaan, Odo langsung pergi dari Perpustakaan Luke Scientia dan
meninggalkan Vil yang tertidur pulas karena lelah menunggunya selesai membaca.
Ia sejenak
mampir ke gudang penyimpanan yang ada di belakang Mansion, kemudian
mengambil sebuah jubah berwarna kecoklatan dan sebuah pedang pendek. Saat
ditanya untuk apa semua barang yang ia ambil dari gudang oleh beberapa
Lizardman yang bertugas mengurus kebun dan keamanan, Odo dengan jujur menjawab
bahwa semua itu untuk berburu.
Para
Lizardman, Demi-human yang memiliki perawakan manusia kadal yang bekerja
di Mansion tersebut tidak berani untuk melarang penerus
keluarga Luke itu mengambil semua alat itu dari gudang.
Di tambah
sebuah permintaan untuk tidak mengatakan apa yang dilakukannya kepada para
pelayan di rumah, itu membuat para Lizardman yang bekerja di kediaman Luke
tersebut benar-benar dibuat kerepotan oleh Tuan Muda mereka.
Tanpa
membuang-buang waktu, Odo segera bergegas berlari menuju pagar tembok
teralis Mansion dan meloncatinya menggunakan sihir pelontar.
Setelah mendarat, Ia lekas berlari ke arah hutan dan menghilang dari pandangan
para Lizardman.
Sesaat
setelah berlari dan masuk cukup jauh ke dalam hutan, Odo berhenti sejenak di
bawah sebuah pohon Ek berdaun rimbun dan meletakkan semua barang bawaannya ke
atas rerumputan.
Pertama ia
merentangkan kain jubah, lalu mulai meningkatkan tekanan sihir. Setelah
dirasa Mana yang diaktifkan dari Inti Sihir cukup, Ia mulai
memusatkan nya pada ujung jari telunjuk dan mulai menulis beberapa Rune dan
menggambar lingkaran sihir di atas jubah yang direntangkan. Yang Odo hendak
lakukan adalah menggunakan Sihir Dimensi untuk menanamkan ruang pada jubah
tersebut.
Odo menulis
lebih dari lima ratus karakter Rune pada pinggiran kain
selebar 1 x 1.5 meter, kemudian pada bagian tengahnya digambar empat lingkaran
sihir yang saling dihubungkan dengan Rune, fungsi struktur sihir
itu untuk membuat dimensi di dalam kain dan mengaktifkan Rune yang
telah ditulis sebagai pintu dimensi di bagian pojok kain.
Semua yang
Odo buat di atas kain tersebut adalah tulisan bercahaya, terbuat dari Mana murni
dari Inti Sihirnya sendiri yang ditanamkan pada kain. Saat selesai membuat
struktur Sihir Dimensi di atas jubah tersebut, Odo berhenti mengaktifkan Inti
Sihir dan tulisan Rune beserta lingkaran sihir di atas kain
mulai redup dan berhenti bercahaya.
"Hem,
sekarang tinggal mencobanya. Kalau sesuai teorinya, Sihir Dimensi adalah sebuah
sihir untuk mengendalikan Ruang serta mengompres suatu objek ke dalam dimensi.
Dalam tingkat ekstrem, ada juga sebuah tingkatan Sihir Dimensi dimana
penggunanya bisa Membelokkan Ruang, Memutar Balik Waktu, dan konsep jarak
benar-benar dalam kendalinya. Ya, meskipun itu hanya bisa dilakukan para Dewa
sih, dalam semua buku di perpustakaan super lengkap itu tidak ada yang catatan
ada orang yang melakukan itu."
Odo
mengambil jubah yang telah diberi Struktur Sihir Dimensi, kemudian memberinya
sedikit Mana, Rune dan lingkaran sihir bercahaya.
Saat Ia menutupi pedang bersarung yang tergeletak di atas rerumputan dengan
jubah kain tersebut, pedang itu langsung masuk ke dalam Dimensi yang telah
ditanamkan pada Jubah Dimensi tersebut.
"Hem,
berhasil ....." Odo mengangkat jubah dengan kedua tangan dan
merentangkannya ke depan. Saat diamati, dari semua Rune yang
tertulis, ada satu Rune yang berubah hitam tanda satu ruang
telah terpakai.
"Kalau
begitu, cara mengeluarkannya ...."
Odo
mengalirkan Mana pada Jubah Dimensi, kemudian mengakses Rune yang
telah berubah hitam itu dan mengaktifkan lingkaran sihir yang ada di tengah
jubah.
Boff!
Karena
belum mengatur momentum tekanan saat objek keluar dari dimensi penyimpanan,
Pedang yang tadi disimpan langsung terlontar keluar dari dalam Jubah Dimensi
dan ....
Bug!
Pedang
bersarung kayu itu langsung telak mengenai perut Odo dengan cukup keras dan
membuatnya berlutut kesakitan.
"A
..., pe-pengaturannya masih kurang yah ...."
Setelah
itu, Odo membuat penyesuaian kembali tentang momentum tekanan keluar sebuah
ojek dari ruang di Jubah Dimensi. Bukan hanya itu saja, Ia membuat pelebaran
tiap-tiap ruang berbentuk kubus yang berjumlah lebih dari 500, dari 1 x 1 meter
menjadi selebar 1,5 x 1,5 meter.
Dari hal
tersebut, secara keseluruhan Jubah Dimensi itu memiliki ruang dimensi bervolume
kurang lebih 1,7 kilometer atau hampir sama dengan sepertiga balai di kota
pesisir.
Sesudah
menyelesaikan pengaturan dan memasukan pedang ke dalam Jubah Dimensi, Odo
mengenakan jubah tersebut. Ia kembali melakukan beberapa persiapan seperti
pengaktifan sihir seperti Auto Senses dan Sihir Tanah Sensorik
sebelum berburu bahan makanan untuk memenuhi janjinya pada biarawati di Kota
Pesisir.
Ia berburu
dan berburu, melumpuhkan menggunakan Sihir Penyerangan jarak jauh, kemudian
menyembelihnya dan dimasukkan ke dalam Jubah Dimensi. Dengan tanpa lelah, Ia
terus mencari dari satu sarang ke sarang lain, dari satu tempat ke tempat lain
di dalam hutan.
Berkat
sihir peningkatan indra yang digunakan olehnya, mencari buran tidaklah sulit
baginya. Tetapi, kalau masalah jenis buruan Odo termasuk cukup memilah akan hal
tersebut.
Yang Odo
buru adalah hewan-hewan liar yang biasa diburu seperti rusa dan ayam hutan.
Karena beberapa alasan pribadi, Odo sama sekali tidak memburu babi liar, Ia
lebih memilih mencari buah-buahan dan jamur untuk pengganti bahan makanan yang
kurang. Semua hasil buruan dan ramu dimasukkan olehnya ke dalam Jubah Dimensi
sebelum dirinya pergi ke Kota pesisir.
Karena
hasil buruannya, lebih dari 50 Rune pada jubahnya berubah
menjadi hitam. Sedangkan buah-buahan dan jamur yang ia dapat membuat 27 Rune berubah
hitam. Karena ruang pada Jubah Dimensi adalah ruang hampa, memiliki unsur waktu
yang berbeda, semua bahan makanan yang disimpan di dalamnya tidak akan membusuk
atau rusak selama Jubah Dimensi dalam keadaan utuh.
««»»
Kota
pesisir, sore harinya. Pada saat awan mendung menyingkir dan pemandangan
matahari merah terlihat dengan jelas dari dermaga.
Pada
bebatuan besar di tepi laut, seorang gadis kecil yang memiliki rambut seputih
salju berdiri melihat matahari senja tenggelam. Ia Nanra, seorang anak yatim
piatu yang tinggal di Panti Asuhan kota.
Dengan
wajah penuh kesedihan, Ia menggenggam kalung dari mendiang keluarganya yang
selalu ia jaga dengan baik tersebut.
Pada umur
sekitar lima tahun, di saat dirinya terlalu kecil untuk bisa mengingat dengan
baik, kedua orang tuanya meninggal. Penyebab kematian kedua orangtuanya adalah
para bandit. Di saat waktu ekspedisi Dunia Astral pertama yang digelar Tuan
Tanah Marquess Luke, pergerakan para bandit semakin meningkat
karena tahu keamanan daerah-daerah berkurang sebab ditariknya para prajurit
bertalenta untuk ekspedisi.
Keluarga
Nanra yang tinggal di desa dekat kota pesisir ke bernasib buruk saat itu. Desa
mereka dijarah dan hampir semuanya dibunuh, hanya beberapa orang yang selamat
setelah para prajurit mengalahkan para bandit. Nanra menjadi salah satunya,
anak yang menjadi yatim piatu setelah kejadian tersebut.
Panti
Asuhan tempatnya tinggal sekarang juga sebenarnya adalah sebuah tempat
peribadatan lokal yang beralih fungsi karena mereka, keenam anak yang menjadi
Yatim Piatu setelah kejadian lima tahun itu.
Sebenarnya
secara peraturan umum, anak yatim piatu akan didik dalam lingkungan religius
untuk menjadi biarawati atau rahib. Tetapi karena kendala umur dan trauma yang
diderita setelah peristiwa itu, keenam anak termasuk Nanra mendapatkan
perlakukan tertentu dan dimasukkan dalam Panti Asuhan.
Peristiwa
yang dialaminya adalah kejadian biasa dan sering terjadi di dunia ini, Nanra
yang memiliki pemikiran dewasa untuk anak seumurannya tahu hal tersebut dengan
sangat jelas. Tetapi, rasa benci kepada bangsawan tidak bisa hilang dari
hatinya.
Ia
berandai-andai, kalau saja saat itu tidak ada ekspedisi aneh dan mustahil itu,
mungkin keadaannya tidak akan seperti ini. Memikirkan kalau ekspedisi yang sama
akan dilakukan dalam waktu dekat, suasana hatinya bertambah keruh dan serasa
ingin meloncat saja ke dalam lautan yang ada di depannya.
"Oh,
jadi kamu juga suka matahari terbenam ya. Sepertinya kita memang bisa
akrab," ucap seseorang yang suaranya tidak asing bagi Nanra.
Ia menoleh
dan melihat Odo berdiri di sana. Mengamati anak laki-laki itu mengenakan jubah
yang terlihat sedikit kedodoran, Nanra tersenyum kecil. Rambutnya yang indah
berkibar, wajahnya yang tadi murung mulai terlihat cerah seperti cuaca yang ada
sekarang.
"Ya,
senja memang yang terbaik. Terutama ... matahari terbenam," ucap Nanra.
"Hem,
hem, matahari terbenam memang indah. Rasanya seperti sebuah momen sesaat yang
abadi."
"Momen
sesaat yang abadi?" tanya Nanra dengan rasa penasaran.
Odo
berjalan ke samping gadis itu dan menemainya melihat matahari terbenam di atas
bebatuan pesisir. Sambil melihat wajahnya, Odo menjawab dengan senyuman.
"Sebuah
kenangan yang membekas selamanya."
Perkataan
itu membuat Nanra terkejut, serasa seperti sesuatu merembes masuk ke dalam
hatinya, sebuah kehangatan dengan jelas terasa.
"Ngomong-omong,
sekarang mau apa kamu datang kemari? Bukannya kemarin kamu benar-benar menolak
mampir ke dalam Panti Asuhan?" tanya Nanra yang berusaha tidak memikirkan
perasaan aneh pada dadanya.
"Hem,
yah ... sesuai janji, aku membawa bahan makanan. Nanti malam ini juga aku akan
menginap dan makan bersama kalian di Panti Asuhan. Ya, besok juga ada urusan di
hutan."
Mendengar
jawaban itu, Nanra berhenti memusatkan pandangan dan melihat matahari senja
untuk menjernihkan pikiran.
"Apa
keluargamu tidak khawatir?" tanya Nanra dengan nada sedikit sedih.
Odo
langsung tahu, bahasan keluarga bersama anak yatim bukanlah hal yang baik,
terutama bersama anak yang masih terlihat murung saat mengatakan kata Keluarga.
"Ya,
mungkin saja. Tapi, paling tidak biar mereka khawatir. Itu tanda sebagai
keluarga. Kalau aku terus bersikap baik dan canggung melakukan ini-itu,
bukannya itu malah terasa aneh untuk sebuah keluarga?"
"Enaknya,
punya keluarga ...."
Perkataan
itu benar-benar membuat Odo untuk sesaat tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Enaknya,
punya keluarga yang peduli ...." dalam kehidupan sebelumnya, Odo
sering berpikir demikian. Kalau dibandingkan dengan apa yang dialami Nanra,
masalah itu hanya seperti kegalauan remaja yang tidak penting.
"Bukannya
kamu juga punya ... itu ... orang-orang yang sangat berharga sampai-sampai
seperti keluarga di Panti Asuhan mu."
"Keluarga
...? Mereka ...?"
"Iya,
'ka? Mereka mencemaskanmu, memperhatikanmu, memarahi, menegur, dan saling
merawat serta berbagi kebahagiaan. Kalau bukan keluarga, memangnya apa
lagi?"
Perkataan
itu membuat Nanra merenung. Ia menundukkan wajah dan berpikir, mengingat
kembali kenangannya bersama orang-orang di Panti Asuhan.
"Memangnya
kamu apa tentang mereka sampai bisa berkata seperti itu? Bukannya kamu baru
bertemu mereka kemarin?"
"Kurang
lebih aku tahu. Wajah khawatir kakak biarawati itu, samar-samar terasa persis
dengan wajah khawatir ibuku."
Nanra
melihat wajah Odo, kemudian Ia sedikit memasang wajah datar seraya berkata,
"Begitu ya?"
"Begitulah."
No comments:
Post a Comment