Friday, September 6, 2019

[06] Kota pesisir (Bagian 02)


Dini harinya, saat matahari belum muncul dan embun-embun masih melayang bersama udara segar. Selekas beranjak dari tempat tidur dan mandi, Odo kemudian merapikan diri dan bergegas pergi ke Perpustakaan kediamannya. Ia melangkah masuk ke dalam Perpustakaan, lalu berjalan menaiki anak tangga menuju ke lantai enam. Sekilas Ia melihat Vil di lantai empat, tetapi karena kali ini tujuannya bukan bertemu dengan Roh Agung tersebut, Odo mengacuhkannya.

Di lantai enam, Ia berjalan ke arah salah satu lemari buku mencari-cari sesuatu di dalam tiap raknya. Saat melihat sebuah buku dengan sampul merah yang terbuat dari kulit di antara himpitan buku dalam rak, Odo mengambilnya dan berkata, "Ah, ketemu ...."
Sampul buku yang diambil Odo tertulis judul Struktur Pembentuk Dimensi dan Dasar Unsur Barisan Ruang. Dari judul itu, dapat Odo ketahui kalau buku tersebut mencangkup pembahasan dimensi yang merupakan lanjutan dari pembahasan dari Sihir Dimensi yang sedang dirinya pelajari seminggu terakhir.
"Salah satu sihir bermanfaat yang masih belum aku kuasai. Ya, aku tidak berharap bisa menguasai semua sihir dengan mudah sih, tapi rasanya mempelajari sihir jenis ini memang sulit. Harus paham faktor fisika tentang ruang segala ...."
Odo duduk di lantai, bersandar pada lemari dan membaca buku yang diambil. Dengan seksama, Ia membaca tiap-tiap halaman dan berusaha memahami konsep ruang yang ada untuk bisa menguasai Sihir Ruang atau sering juga disebut Sihir Dimensi.
Alasan Odo ingin mempelajari sihir itu adalah karena ia ingin membuat dimensi penyimpanan portabel, di mana dimensi di tanamkan pada objek dan membuatnya bisa menyimpan benda atau objek lain yang lebih besar dan dalam jumlah yang banyak. Dengan kata lain, sebuah dimensi penyimpanan yang ingin Odo buat.
Saat dirinya terlalu fokus pada buku yang dibaca, tanpa Ia sadari Vil telah duduk di sampingnya sambil mengamati. Odo menoleh, dengan wajah datar ia bertanya pada Roh Agung tersebut.
"Sedang apa, Vil?"
"Tidak, tak ada. Hanya saja, kamu memang sangat cepat belajar ya. Padahal kemarin kamu baca buku tentang Sihir Dimensi, tapi karena sadar kalau harus menguasai pengetahuan tentang ruang ..., kamu langsung beralih ke buku tentang pemahaman ruang."
Perkataan Roh Agung itu membuat Odo benar-benar berhenti membaca dan menutup bukunya. Ia mengamati wajah Vil yang sama sekali tidak menua dan terlihat muda karena Rasnya, kemudian sedikit menghela napas seraya memalingkan wajah.
"Ada apa, Odo? Kenapa ditutup?" tanya Vil sambil mendekatkan wajah. Walaupun mulutnya tertutup cadar hitam, Odo dapat dengan jelas melihat bibir Roh Agung tersebut yang terlihat memikat.
"Tidak ..., hanya saja ... kalian sama sekali tidak berubah ya, terutama secara fisik."
Pertanyaan itu membuat Vil sedikit menjauhkan wajah, kemudian berpaling dan memasang ekspresi heran. Setelah memahami perkataan Odo, Ia kembali melihat ke arahnya.
"Maksudmu Diriku, Fiola, dan Julia?" tanya Vil.
"Ya, memangnya siapa lagi? Kalau dipikir-pikir, sebenarnya umur kalian berapa?"
Pertanyaan itu membuat Vil tersentak kaget dan terlihat enggan. Sambil memalingkan wajahnya kembali, Ia benar-benar terlihat tidak mau menjawab pertanyaan tersebut.
"Berapa umurmu, Vil?" tanya Odo.
"I-Itu ... lima belas ....?"
"Kenapa kalimat tanya? Lima belas itu maksudnya lima belas tahun? Tapi, setahuku Roh Agung itu umurnya sangat panjang."
Pertanyaan yang diajukan dengan ekspresi polos itu benar-benar membuat Vil tertekan. Memang tidak ada masalah untuk memberitahukan umurnya pada Odo, tetapi karena beberapa alasan pribadi dirinya tidak bisa melakukannya dengan mudah.
"Hem, kalau Julia ... umurnya sudah seratus tahun lebih loh," ucap Vil dengan niat mengalihkan rasa penasaran Odo.
" ...." Mendengar perkataan itu Odo hanya diam dan tetap memasang ekspresi ingin mengetahui umur Vil.
"Kalau Fiola, gadis rubah berekor sembilan itu umurnya sudah hampir sepuluh abad loh. Sangat panjang ya," ucap Vil yang benar-benar ingin mengalihkan rasa penasaran Odo.
" ...." Sekali lagi, anak laki-laki itu hanya diam dan menatap tajam ingin mengetahui umur Vil.
Pada akhirnya, tidak tahan akan tatapan menekan yang diberikan Odo, Vil dengan nada enggan memberitahukan umurnya pada anak itu. Umur Vil adalah lima belas abad, dengan kata lain sekitar 1.500 tahun. Dari semua makhluk di kediaman Luke, Vil merupakan keberadaan dengan umur tertua.
Setelah mendengar itu, tanpa berkata apa-apa Odo melanjutkan membaca buku dan tidak berkomentar tentang umur Vil. Melihat reaksi itu, Roh Agung tersebut duduk di sampingnya dengan rasa cemas dengan cara pandang Odo yang mungkin berubah terhadapnya setelah mengetahui fakta tersebut.
««»»
Siang harinya, ketika mendung menutupi langit. Setelah selesai mempelajari pengetahuan tentang ruang dan mempelajari kembali Sihir Ruang atau Sihir Dimensi di perpustakaan, Odo langsung pergi dari Perpustakaan Luke Scientia dan meninggalkan Vil yang tertidur pulas karena lelah menunggunya selesai membaca.
Ia sejenak mampir ke gudang penyimpanan yang ada di belakang Mansion, kemudian mengambil sebuah jubah berwarna kecoklatan dan sebuah pedang pendek. Saat ditanya untuk apa semua barang yang ia ambil dari gudang oleh beberapa Lizardman yang bertugas mengurus kebun dan keamanan, Odo dengan jujur menjawab bahwa semua itu untuk berburu.
Para Lizardman, Demi-human yang memiliki perawakan manusia kadal yang bekerja di Mansion tersebut tidak berani untuk melarang penerus keluarga Luke itu mengambil semua alat itu dari gudang.
Di tambah sebuah permintaan untuk tidak mengatakan apa yang dilakukannya kepada para pelayan di rumah, itu membuat para Lizardman yang bekerja di kediaman Luke tersebut benar-benar dibuat kerepotan oleh Tuan Muda mereka.
Tanpa membuang-buang waktu, Odo segera bergegas berlari menuju pagar tembok teralis Mansion dan meloncatinya menggunakan sihir pelontar. Setelah mendarat, Ia lekas berlari ke arah hutan dan menghilang dari pandangan para Lizardman.
Sesaat setelah berlari dan masuk cukup jauh ke dalam hutan, Odo berhenti sejenak di bawah sebuah pohon Ek berdaun rimbun dan meletakkan semua barang bawaannya ke atas rerumputan.
Pertama ia merentangkan kain jubah, lalu mulai meningkatkan tekanan sihir. Setelah dirasa Mana yang diaktifkan dari Inti Sihir cukup, Ia mulai memusatkan nya pada ujung jari telunjuk dan mulai menulis beberapa Rune dan menggambar lingkaran sihir di atas jubah yang direntangkan. Yang Odo hendak lakukan adalah menggunakan Sihir Dimensi untuk menanamkan ruang pada jubah tersebut.
Odo menulis lebih dari lima ratus karakter Rune pada pinggiran kain selebar 1 x 1.5 meter, kemudian pada bagian tengahnya digambar empat lingkaran sihir yang saling dihubungkan dengan Rune, fungsi struktur sihir itu untuk membuat dimensi di dalam kain dan mengaktifkan Rune yang telah ditulis sebagai pintu dimensi di bagian pojok kain.
Semua yang Odo buat di atas kain tersebut adalah tulisan bercahaya, terbuat dari Mana murni dari Inti Sihirnya sendiri yang ditanamkan pada kain. Saat selesai membuat struktur Sihir Dimensi di atas jubah tersebut, Odo berhenti mengaktifkan Inti Sihir dan tulisan Rune beserta lingkaran sihir di atas kain mulai redup dan berhenti bercahaya.
"Hem, sekarang tinggal mencobanya. Kalau sesuai teorinya, Sihir Dimensi adalah sebuah sihir untuk mengendalikan Ruang serta mengompres suatu objek ke dalam dimensi. Dalam tingkat ekstrem, ada juga sebuah tingkatan Sihir Dimensi dimana penggunanya bisa Membelokkan Ruang, Memutar Balik Waktu, dan konsep jarak benar-benar dalam kendalinya. Ya, meskipun itu hanya bisa dilakukan para Dewa sih, dalam semua buku di perpustakaan super lengkap itu tidak ada yang catatan ada orang yang melakukan itu."
Odo mengambil jubah yang telah diberi Struktur Sihir Dimensi, kemudian memberinya sedikit ManaRune dan lingkaran sihir bercahaya. Saat Ia menutupi pedang bersarung yang tergeletak di atas rerumputan dengan jubah kain tersebut, pedang itu langsung masuk ke dalam Dimensi yang telah ditanamkan pada Jubah Dimensi tersebut.
"Hem, berhasil ....." Odo mengangkat jubah dengan kedua tangan dan merentangkannya ke depan. Saat diamati, dari semua Rune yang tertulis, ada satu Rune yang berubah hitam tanda satu ruang telah terpakai.
"Kalau begitu, cara mengeluarkannya ...."
Odo mengalirkan Mana pada Jubah Dimensi, kemudian mengakses Rune yang telah berubah hitam itu dan mengaktifkan lingkaran sihir yang ada di tengah jubah.
Boff!
Karena belum mengatur momentum tekanan saat objek keluar dari dimensi penyimpanan, Pedang yang tadi disimpan langsung terlontar keluar dari dalam Jubah Dimensi dan ....
Bug!
Pedang bersarung kayu itu langsung telak mengenai perut Odo dengan cukup keras dan membuatnya berlutut kesakitan.
"A ..., pe-pengaturannya masih kurang yah ...."
Setelah itu, Odo membuat penyesuaian kembali tentang momentum tekanan keluar sebuah ojek dari ruang di Jubah Dimensi. Bukan hanya itu saja, Ia membuat pelebaran tiap-tiap ruang berbentuk kubus yang berjumlah lebih dari 500, dari 1 x 1 meter menjadi selebar 1,5 x 1,5 meter.
Dari hal tersebut, secara keseluruhan Jubah Dimensi itu memiliki ruang dimensi bervolume kurang lebih 1,7 kilometer atau hampir sama dengan sepertiga balai di kota pesisir.
Sesudah menyelesaikan pengaturan dan memasukan pedang ke dalam Jubah Dimensi, Odo mengenakan jubah tersebut. Ia kembali melakukan beberapa persiapan seperti pengaktifan sihir seperti Auto Senses dan Sihir Tanah Sensorik sebelum berburu bahan makanan untuk memenuhi janjinya pada biarawati di Kota Pesisir.
Ia berburu dan berburu, melumpuhkan menggunakan Sihir Penyerangan jarak jauh, kemudian menyembelihnya dan dimasukkan ke dalam Jubah Dimensi. Dengan tanpa lelah, Ia terus mencari dari satu sarang ke sarang lain, dari satu tempat ke tempat lain di dalam hutan.
Berkat sihir peningkatan indra yang digunakan olehnya, mencari buran tidaklah sulit baginya. Tetapi, kalau masalah jenis buruan Odo termasuk cukup memilah akan hal tersebut.
Yang Odo buru adalah hewan-hewan liar yang biasa diburu seperti rusa dan ayam hutan. Karena beberapa alasan pribadi, Odo sama sekali tidak memburu babi liar, Ia lebih memilih mencari buah-buahan dan jamur untuk pengganti bahan makanan yang kurang. Semua hasil buruan dan ramu dimasukkan olehnya ke dalam Jubah Dimensi sebelum dirinya pergi ke Kota pesisir.
Karena hasil buruannya, lebih dari 50 Rune pada jubahnya berubah menjadi hitam. Sedangkan buah-buahan dan jamur yang ia dapat membuat 27 Rune berubah hitam. Karena ruang pada Jubah Dimensi adalah ruang hampa, memiliki unsur waktu yang berbeda, semua bahan makanan yang disimpan di dalamnya tidak akan membusuk atau rusak selama Jubah Dimensi dalam keadaan utuh.
««»»
Kota pesisir, sore harinya. Pada saat awan mendung menyingkir dan pemandangan matahari merah terlihat dengan jelas dari dermaga.
Pada bebatuan besar di tepi laut, seorang gadis kecil yang memiliki rambut seputih salju berdiri melihat matahari senja tenggelam. Ia Nanra, seorang anak yatim piatu yang tinggal di Panti Asuhan kota.
Dengan wajah penuh kesedihan, Ia menggenggam kalung dari mendiang keluarganya yang selalu ia jaga dengan baik tersebut.
Pada umur sekitar lima tahun, di saat dirinya terlalu kecil untuk bisa mengingat dengan baik, kedua orang tuanya meninggal. Penyebab kematian kedua orangtuanya adalah para bandit. Di saat waktu ekspedisi Dunia Astral pertama yang digelar Tuan Tanah Marquess Luke, pergerakan para bandit semakin meningkat karena tahu keamanan daerah-daerah berkurang sebab ditariknya para prajurit bertalenta untuk ekspedisi.
Keluarga Nanra yang tinggal di desa dekat kota pesisir ke bernasib buruk saat itu. Desa mereka dijarah dan hampir semuanya dibunuh, hanya beberapa orang yang selamat setelah para prajurit mengalahkan para bandit. Nanra menjadi salah satunya, anak yang menjadi yatim piatu setelah kejadian tersebut.
Panti Asuhan tempatnya tinggal sekarang juga sebenarnya adalah sebuah tempat peribadatan lokal yang beralih fungsi karena mereka, keenam anak yang menjadi Yatim Piatu setelah kejadian lima tahun itu.
Sebenarnya secara peraturan umum, anak yatim piatu akan didik dalam lingkungan religius untuk menjadi biarawati atau rahib. Tetapi karena kendala umur dan trauma yang diderita setelah peristiwa itu, keenam anak termasuk Nanra mendapatkan perlakukan tertentu dan dimasukkan dalam Panti Asuhan.
Peristiwa yang dialaminya adalah kejadian biasa dan sering terjadi di dunia ini, Nanra yang memiliki pemikiran dewasa untuk anak seumurannya tahu hal tersebut dengan sangat jelas. Tetapi, rasa benci kepada bangsawan tidak bisa hilang dari hatinya.
Ia berandai-andai, kalau saja saat itu tidak ada ekspedisi aneh dan mustahil itu, mungkin keadaannya tidak akan seperti ini. Memikirkan kalau ekspedisi yang sama akan dilakukan dalam waktu dekat, suasana hatinya bertambah keruh dan serasa ingin meloncat saja ke dalam lautan yang ada di depannya.
"Oh, jadi kamu juga suka matahari terbenam ya. Sepertinya kita memang bisa akrab," ucap seseorang yang suaranya tidak asing bagi Nanra.
Ia menoleh dan melihat Odo berdiri di sana. Mengamati anak laki-laki itu mengenakan jubah yang terlihat sedikit kedodoran, Nanra tersenyum kecil. Rambutnya yang indah berkibar, wajahnya yang tadi murung mulai terlihat cerah seperti cuaca yang ada sekarang.
"Ya, senja memang yang terbaik. Terutama ... matahari terbenam," ucap Nanra.
"Hem, hem, matahari terbenam memang indah. Rasanya seperti sebuah momen sesaat yang abadi."
"Momen sesaat yang abadi?" tanya Nanra dengan rasa penasaran.
Odo berjalan ke samping gadis itu dan menemainya melihat matahari terbenam di atas bebatuan pesisir. Sambil melihat wajahnya, Odo menjawab dengan senyuman.
"Sebuah kenangan yang membekas selamanya."
Perkataan itu membuat Nanra terkejut, serasa seperti sesuatu merembes masuk ke dalam hatinya, sebuah kehangatan dengan jelas terasa.
"Ngomong-omong, sekarang mau apa kamu datang kemari? Bukannya kemarin kamu benar-benar menolak mampir ke dalam Panti Asuhan?" tanya Nanra yang berusaha tidak memikirkan perasaan aneh pada dadanya.
"Hem, yah ... sesuai janji, aku membawa bahan makanan. Nanti malam ini juga aku akan menginap dan makan bersama kalian di Panti Asuhan. Ya, besok juga ada urusan di hutan."
Mendengar jawaban itu, Nanra berhenti memusatkan pandangan dan melihat matahari senja untuk menjernihkan pikiran.
"Apa keluargamu tidak khawatir?" tanya Nanra dengan nada sedikit sedih.
Odo langsung tahu, bahasan keluarga bersama anak yatim bukanlah hal yang baik, terutama bersama anak yang masih terlihat murung saat mengatakan kata Keluarga.
"Ya, mungkin saja. Tapi, paling tidak biar mereka khawatir. Itu tanda sebagai keluarga. Kalau aku terus bersikap baik dan canggung melakukan ini-itu, bukannya itu malah terasa aneh untuk sebuah keluarga?"
"Enaknya, punya keluarga ...."
Perkataan itu benar-benar membuat Odo untuk sesaat tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Enaknya, punya keluarga yang peduli ...." dalam kehidupan sebelumnya, Odo sering berpikir demikian. Kalau dibandingkan dengan apa yang dialami Nanra, masalah itu hanya seperti kegalauan remaja yang tidak penting.
"Bukannya kamu juga punya ... itu ... orang-orang yang sangat berharga sampai-sampai seperti keluarga di Panti Asuhan mu."
"Keluarga ...? Mereka ...?"
"Iya, 'ka? Mereka mencemaskanmu, memperhatikanmu, memarahi, menegur, dan saling merawat serta berbagi kebahagiaan. Kalau bukan keluarga, memangnya apa lagi?"
Perkataan itu membuat Nanra merenung. Ia menundukkan wajah dan berpikir, mengingat kembali kenangannya bersama orang-orang di Panti Asuhan.
"Memangnya kamu apa tentang mereka sampai bisa berkata seperti itu? Bukannya kamu baru bertemu mereka kemarin?"
"Kurang lebih aku tahu. Wajah khawatir kakak biarawati itu, samar-samar terasa persis dengan wajah khawatir ibuku."
Nanra melihat wajah Odo, kemudian Ia sedikit memasang wajah datar seraya berkata, "Begitu ya?"
"Begitulah."



No comments:

Post a Comment

[06] Kota pesisir (Bagian 02)

Dini harinya, saat matahari belum muncul dan embun-embun masih melayang bersama udara segar. Selekas beranjak dari tempat tidur dan mandi,...