[Tiga tahun kemudian]
Dedaunan pohon Ek berguguran,
bunga-bunga mengering, dan para binatang di hutan mulai bersiap untuk hibernasi.
Di penghujung musim gugur, seorang anak berumur delapan tahun duduk di bangku
taman kediaman Luke sambil membaca sebuah buku dengan sampul kulit. Ia adalah
pewaris keluarga Luke, Odo Luke.
Untuk anak yang masih berumur delapan
tahun, Ia termasuk memiliki tunggi badan di atas rata-rata dan postur tubuh
yang terlihat terlatih.
[Catatan: Ek adalah
istilah yang berasal dari eik, untuk menyebut nama dari beberapa
ratus spesies semak dan pohon dalam (Tarbantin)]
Angin kering berhembus menerpa dan
membuat rambut hitamnya bergelombang ringan. Sekilas melihat ke langit abu-abu,
Odo menutup buku kemudian menghela napas penuh beban.
"Rasanya seperti tidak ada
kemajuan .... Kondisi Ibu memang sudah membaik, tapi kutukan yang ada tetap
saja membuat tubuhnya melemah."
Dalam waktu tiga tahun terakhir, Odo
telah mencari berbagai cara untuk menyembuhkan Ibunya. Dari mencoba membuat
berbagai ramuan, pembagian kekuatan sihir, transfer Vitalitas, dan berbagai hal
lainnya. Berkat semua usahanya itu, Ibunya memang sudah menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Mavis sudah tidak harus berbaring terus di tempat tidur dan
penglihatannya sudah membaik.
Tetapi, dalam garis besar itu hanya
bersifat sementara dan Odo harus terus melakukan Transfer Vitalitas untuk bisa
menjaga kondisi kesehatan ibunya tersebut. Hal itu disebabkan karena kutukan
yang ada pada tubuh Mavis, sebuah luka Jiwa yang membuat Vitalitas dalam tubuh
seakan bocor keluar dan membuat tenaga kehidupannya semakin berkurang setiap
harinya.
"Hah, langit abu-abu yang
menyebalkan. Mengingatkan ku saja pada hari aku mati saja ...."
Ia sesaat menutup kedua matanya dengan
lengan kanan, kemudian menghela napas lagi dengan kesal. Setelah dirinya
berdiri dan hendak pergi, dari arah Mansion terlihat dua
perempuan yang datang menghampirinya. Mereka berdua Fiola dan Mavis, dua orang
yang terlihat selalu bersama saat di sekitar Mansion.
"Ibunda ...."
"Odo, sedang apa kamu duduk-duduk
di sini?" tanya Mavis. Berbeda dengan tiga tahun yang lalu, dia sudah
cukup pulih sampai dirinya bisa berjalan dengan kedua kakinya sendiri.
Wanita berpakaian gaun putih polos itu
melihat anaknya dengan ekspresi yang terlihat sehat seraya tersenyum bahagia.
Tanpa memberitahu Odo terlebih dahulu, Mavis langsung memeluknya. "Hem,
anakku .... hanya dengan melihatmu saja rasanya aku langsung sehat," ucap
Mavis.
Odo hanya berdiri diam, dengan tatapan
datar Ia melihat Fiola yang berada di belakang Mavis. "Kenapa kau
memperbolehkan Ibu keluar?" ekspresi Odo seakan berkata demikian.
"Ibunda, apa tubuhmu sudah
baikkan? Bukannya Ibunda harus istirahat lagi? Kalau kondisi Ibund⸻"
"Jangan khawatir," potong
Mavis sambil melepaskan pelukan dan melihat wajah anaknya.
"Berkat metode Transfer Vitalitas
yang kamu pakai, Ibu sudah lebih baik ... seperti yang kamu lihat sekarang.
Jujur saja, malah Ibu yang khawatir ... kalau kamu jatuh sakit karena setiap
hari memberikan Vitalitas kepada Ibu ...."
Odo memalingkan wajah dengan ekspresi
datar seraya berkata, "Ah, secara fisik dan jiwa aku baik-baik saja, tapi
beban pikiran rasanya terus bertambah."
"Beban pikiran?" tanya Mavis
dengan sedikit bingung.
"Kalau Ibunda tidak
sembuh-sembuh, aku terus kepikiran ...."
"Hem, jangan khawatir. Sekarang
Ayahmu sedang pergi mencari bahan ramuan untuk menghilangkan kutukan Ibu, jadi
kamu tidak perlu cemas, Odo."
Perkataan itu membuat Odo terkejut,
dia sama sekali tidak tahu kalau Ayahnya yang pergi beberapa minggu yang lalu
ternyata sedang mencari bahan ramuan. Itu juga pertama kalinya Mavis
terang-terangan bilang kepada Odo kalau dirinya terkena kutukan, biasanya
wanita itu akan mengelak saat membahas hal tersebut dengan Odo.
"Bukannya Ayah pergi ke Ibu Kota
untuk Pertemuan para bangsawan?"
"Itu sudah selesai bulan kemarin,
sekarang dia sedang berada di Alam Para Roh, Dunia Astral."
"Dunia Astral? Kalau tidak salah
itu dimensi para Roh tinggal, bukan? Memangnya ayah cari apa di sana?"
Mavis tidak menjawab. Dia melangkah
tiga kali ke belakang, kemudian berputar dan tersenyum ke arah anaknya. Untuk
wanita yang sudah berumur 40 tahun ke atas Mavis terlihat sangat muda, bahkan
dia terlihat seperti masih berumur 20 tahunan. Dalam kondisi sehat seperti
sekarang, kulitnya terlihat masih kencang dan halus, wajahnya masih remaja, dan
rambutnya masih berwarna pirang tanpa memutih sedikit pun.
Memang ada yang tidak bisa dengan
kondisi tubuh Mavis. Tetapi dulu ketika ditanyai Odo tentang hal tersebut,
wanita itu hanya mengelak dengan menjawab, "Ini rahasia kecantikan seorang
perempuan."
Samar-samar Odo tahu apa sebabnya,
tetapi dirinya memilih untuk tidak menyelidiki lebih lanjut karena menjaga
perasaan Ibunya itu.
"Kenapa dia selalu menyembunyikan
hal seperti itu padaku ya? Apa karena dia menganggapku anak kecil?" pikir Odo.
"Jadi Ibunda, mau apa Ayahanda
pergi ke Dunia Astral? Kalau tidak salah bukan kali ini dia pergi ke sana
ya?" tanya Odo.
Mavis terkejut karena anaknya
mengetahui hal tersebut, Ia lekas menoleh ke arah Fiola yang berada di
belakangnya. Saat gadis yang mengenakan Kimono itu
menggelengkan kepala, Mavis tahu kalau bukan Fiola yang memberi tahu Odo tentang
hal tersebut.
"Dari siapa kamu tahu itu,
nak?" tanya Mavis sambil melihat Odo.
Tanpa menjawab pertanyaan itu, Odo
melangkah ke arah Mavis dan memegang tangan kanan wanita itu dengan kedua
tangannya.
"Ibunda, meski aku baru delapan
tahun, aku sudah bukan anak kecil lagi .... Tentu saja aku tahu beberapa hal
yang Ibunda dan Ayahanda sembunyikan. Apa Ibunda tidak mempercayaiku ...
sampai-sampai menyembunyikan banyak hal dariku?"
"Tidak ... bukan itu Odo. Hanya
saja ... Ibu ..., Ibu tidak ingin membuatmu khawatir ...."
Setelah perkataan itu terucap, angin
ringan yang membawa dedaunan kering berhembus. Mengibarkan rambut panjang
wanita itu, memperlihatkan wajahnya yang terlihat sedikit cemas.
"Aku juga tahu alasan itu, Ibunda
.... Tapi daripada menyembunyikan banyak hal dariku, bukannya lebih baik Ibunda
menjelaskannya? Kalau Ibunda melakukan itu, aku pikir rasa khawatir ku akan
sedikit berkurang."
"...."
Mavis terdiam tanpa menjawab. Melihat
wajah ibunya yang kesusahan dengan permintaannya, Odo menyerah untuk mencari
tahu. Tanpa meminta izinnya, Odo mulai melakukan Transfer Vitalitas kepada
Mavis melalui genggaman kedua tangan menuju ke tangan kanan wanita itu.
Merasakan energi kehidupan yang
mengalir, Mavis terkejut sekaligus langsung tahu kalau anaknya sudah bertambah
dewasa, terutama secara mental dan kepribadian. Wanita itu menunduk, terharu
dalam hati dan tersenyum penuh syukur.
.
.
.
.
Sore harinya, di dalam Mansion. Dengan
suasana hati sedikit risau, Odo berjalan melewati lorong dan bergegas menuju
kamarnya yang ada di lantai satu bangunan, kamar yang berbeda dengan kamar tiga
tahun lalu. Pada satu tahun yang lalu, Odo telah pindah kamar dan mendapat
kamar pribadi yang memiliki privasi tersendiri mengingat umurnya yang sudah
semakin dewasa.
Saat berjalan di lorong dengan cepat,
Ia mengingat kembali perkataan Mavis tentang Dart yang pergi ke Dunia Astral
untuk kedua kalinya.
"Tch!" Odo membunyikan
lidah.
"Padahal saat percobaan pertama
dia gagal membawa bahan untuk obat ibu, 'kan? Dia pasti membawa pasukan lebih
banyak lagi kali ini. Kenapa dia mencobanya lagi ..., kalau ada korban bukannya
dia juga yang susah karena kekuatan Wilayah Kekuasaannya ini
melemah," pikir Odo.
Di musim panas tahun lalu, Ayahnya
Odo, Dart juga melakukan ekspedisi ke Dunia Astral mencari bahan yang akan
digunakan untuk membuat obat untuk menghilangkan kutukan Mavis. Dengan membawa
lebih dari dua ratus prajurit di bawah kepemimpinannya, Dart kembali dengan
korban lebih dari setengah pasukan dan membawa hasil nihil.
Pada dasarnya Dunia Astral bukanlah
tempat yang bisa didatangi sembarang orang, di sana adalah Alam Roh dimana
dimensi ruang tidak stabil untuk dikunjungi makhluk Dunia Nyata. Ditambah
adanya Roh-Roh yang bisa dibilang berbahaya di dalam sana, hal itu membuat
Dunia Astral dikategorikan ke dalam tempat khusus yang aksesnya dijaga oleh
Kerajaan Felixia.
Sejak zaman Perang Kuno, tanah dan
leluhur di kerajaan Felixia memang telah membuat kontrak dengan Dewa para Roh
untuk memegang wewenang akses ke alam tersebut. Tetapi sejak beberapa ratus
tahun terakhir, kontrak tersebut semakin luntur karena banyak sebab dan membuat
Dunia Astral menjadi tempat yang tidak bersahabat.
Di depan pintu kamar, Odo berhenti dan
sesaat merenung. "Memangnya apa yang dia cari di sana? Bahan apa
yang dibutuhkan untuk menyembuhkan Ibu memangnya?" pikirnya.
Ia membuka pintu dan seketika terkejut
dengan apa yang Julia, pelayan pribadinya itu lakukan di dalam. Di atas ranjang
tidur bergaya bangsawan abad pertengahan, gadis Demi-human ras Manusia Kucing
yang terbaring itu sedang menikmati kegiatan yang tidak pantas dilihat anak
kecil.
Gaun pelayan yang sedikit tersibak ke
atas dan memperlihatkan paha diselimuti kaos kaki panjang selutut, tangan kanan
yang dimasukkan ke selangkangan, dan sebuah celana pendek yang diendus-edus
pada wajahnya, hanya dengan melihat itu saja Odo langsung tahu apa yang sedang
dilakukan Julia.
"Ah, Mbak Julia?" tanya Odo.
Gadis Kucing itu langsung duduk dengan
kaget dan wajahnya langsung memerah, dirinya tidak menyangka kalau Tuan Mudanya
itu akan kembali ke kamar di waktu yang tidak biasa. Dia menyembunyikan celana
pendek Odo yang tadi di endusnya ke belakang, kemudian bertanya dengan nada
gugup dan takut.
"Tu-Tuan, kenapa Anda ke
sini?"
"Ini kamarku loh, seharusnya aku
yang tanya seperti itu."
Julia langsung merasa canggung
sendiri, kedua telinga kucingnya terlihat lemas dan ekornya bergerak ke kanan
dan ke kiri karena gelisah. Tanpa berkata apa-apa, Odo berdiri tegak layaknya
seorang kadet dan memberi hormat kepada Julia.
"A-Ada apa, Tuan Odo? Hormat?
U-Untuk apa me⸻"
"Hormat kepada Perawan
Tulen!!" teriak Odo.
Wajah Fiola langsung terlihat semerah
buah persik. Sambil menahan malu, gadis pelayan yang terduduk di atas tempat
tidur itu langsung mengulurkan tangan kanannya ke depan dan mulai merapalkan
mantra.
"Pilar cahaya, bentuk dasar dari
kelima senjata. Membawa kecepatan dan melaju ke celah galah yang menebus
segalanya!!"
Dari telapak tangan yang terbuka ke
arah Odo, keluar sebuah galah cahaya bersuhu tinggi sepanjang setengah meter yang
melesat cepat ke arah anak berambut hitam itu.
Secara insting Odo bereaksi cepat. Ia
meningkatkan tekanan sihir secara minimal, kemudian mempercepat persepsi indra
dan refleksi tubuh untuk menghindari sihir yang tepat mengarah ke kepalanya
tersebut. Laju sihir tersebut di mata Odo seakan berjalan seperti Slow
Motion.
"Sihir Cahaya Tipe Penyerangan
Tingkat Menengah ya. Kejamnya, kalau bukan aku pasi lukanya sangat parah jika
terkena ini loh ...."
Odo memusatkan Mana pada
tangan kanannya, kemudian menurunkan hormat dan menangkap Galah Cahaya yang
dihindarinya itu. Saat galah itu ditangkap dan terhenti, Odo mematahkannya dan
Galah Cahaya itu hancur menjadi partikel-partikel kilauan putih.
Julia terkejut melihat apa yang
dilakukan Odo. Tanpa memedulikan ekspresi tersebut, Odo kembali memberi hormat
seraya berkata, "Beri Hormat Untuk Perawan Tua!!"
Itu benar-benar ejekan yang tidak
ditahan. Wajah Julia bertambah merona dan rasa malunya benar-benar sudah
melebihi batas yang bisa ditahan.
"Balik kanan, maju, kabur!" pikir Odo sambil melakukan apa
yang dipikirkan. Ia benar-benar meninggalkan Julia yang wajahnya memerah dan
berguling-guling di atas tempat tidur menahan rasa malu yang menggila.
No comments:
Post a Comment